1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membahas tentang tujuan hukum Islam maka tidak bisa lepas dari
teori dan konsep tentang maqashid syari’ah dalam Islam. Teori ini telah
berkembang sejak awal turunnya wahyu, dalam arti tujuan dan maksud dari
adanya syariah (agama Islam) telah menyatu dengan berbagai aturan yang ada
di dalam wahyu tersebut, baik wahyu tersebut dalam bentuk Al-Qur’an
maupun Al-Hadits.
Maqashid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam
merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayatayat
Al~Qur'an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan
suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
Mayoritas ulama telah mencapai kata sepakat bahwa Allah
Subhanahu Wa Ta’ala tidak menetapkan hukum kecuali untuk kemaslahatan
umat, yaitu menarik kemanfaatan, mencegah kerusakan, dan membersihkan
dunia dari kejahatan atau dosa. Pengetahuan mengenai berbagai tujuan
ketetapan hukum Allah (maqashid syari’ah) akan dapat membantu memahami
teks-teks keagamaan (al-nushush al-syar’iyyah) dan mengaplikasikannya
dalam realitas.
Jika ditelusuri sejarah perkembangan tentang kajian maqashid
syari’ah maka diketahui bahwa perhatian terhadap maqashid syari’ah ini
telah ada sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Penelaahan
terhadap maqashid syari'ah mulai mendapat perhatian yang intensif setelah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam wafat, di saat para sahabat
dihadapkan kepada berbagai persoalan baru dan perubahan sosial yang belum
pernah terjadi pada masa Rasulullah masih hidup. Perubahan sosial yang
dimaksud adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai- nilai, sikap-sikap, pola-pola perikelakuan di antara
4
kelompok-kelompok di dalam masyarakat.
Perubahan sosial seperti ini
menuntut kreatifitas para sahabat untuk memecahkan persoalan- persoalan
baru yang muncul akibat perubahan sosial itu.
Menurut Raisuni
1
, maqashid syari’ah telah dikembangkan oleh para
mujtahid sebelum Al-Syatibi dan bahkan dikembangkan dan disempurnakan
juga oleh para pemikiran kontemporer zaman ini. Kata al-maqashid sendiri
menurut Ahmad Raisuni, pertama kali digunakan oleh Al-Turmudzi AlHakim,
yang pertama kali menyuarakan maqashid syari’ah melalui bukubukunya,
Al-Shalat wa Maqashiduhu, Al-Hajj wa Asraruh, Al-‘Illah, ‘Ilal AlSyari’ah,
‘Ilal Al-‘Ubudiyyah dan Al-Furuq.
Setelah Al-Hakim kemudian muncul Abu Mansur Al-Maturidi (w.
333. H.) dengan karyanya Ma’khad Al-Syara’ disusul Abu Bakar Al-Qaffal
Al-Syasyi (w.365 H.) dengan bukunya Ushul Al-Fiqh dan Mahasin AlSyari’ah.
Setelah Al-Qaffal muncul Abu Bakar Al-Abhari (w.375 H.) dan AlBaqillany
(w. 403 H.) masing-masing dengan karyanya, diantaranya adalah
: Mas’alah Al-Jawab wa Al-Dalail wa Al-‘Illah dan Al-Taqrib wa Al-Irsyad fi
Tartib Thuruq Al-Ijtihad. Sepeninggal Al-Baqillani muncullah Al-Juwaini,
Al-Ghazali, Al-Razi, Al-Amidi, Ibnu Hajib, Al-Baidhawi, Al-Asnawi, Ibnu
Subki, Ibnu Abd Al-Salam, Al-Qarafi, Al-Thufi, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu
Al-Qayyim.
Baca Selengkapnya Klik Disini
Anda Butuh Bantuan Pembuatan Skripsi?Tesis?Disertasi? (Semua Jurusan?) atau Tugas Perkuliahan yang lain? Hub: 085729587732

No comments:
Post a Comment