PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semangat umat Islam untuk melaksanakan ajaran Islam khususnya
dalam bidang ekonomi semakin kokoh terlebih ditandai dengan munculnya
gerakan ekonomi Islam sebagai alternatif lain dari sistem ekonomi
konvensional yang berbasis sistem bunga (ribawi) yang dianggap tidak adil
dan eksploitatif.1
Fenomena tersebut telah didukung juga dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang perluasan
kewenangan Pengadilan Agama di mana perluasan kewenangan ini adalah
sebuah konsekuensi logis dari dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat,
khususnya masyarakat muslim yang semakin hari semakin kuat kesadaran
untuk melakukan berbagai bisnis dan transaksi ekonomi yang berdasarkan
prinsip – prinsip syari'ah. Hal ini ditandai dengan semakin berkembangnya
lembaga-lembaga berbasis ekonomi syari’ah, seperti perbankan syari’ah, dan
lembaga-lembaga keuangan syari’ah non bank lainnya.
Tampaknya gairah umat Islam Indonesia untuk melaksanakan ajaran
ekonomi Islam semakin menggeliat.2
Karena pada akhir tahun 1991 telah
digagas pembentukan lembaga keuangan yang berbasis syari’ah berbentuk
bank dengan modal disetor sejumlah Rp.106.126.382.000. Dengan modal tersebut pada tanggal 1 Mei 1992 resmi beroperasi Bank Muamalah Indonesia
(BMI).3
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan memperoleh dukungan dari
penguasa pada saat itu (Presiden Soeharto) yang juga andil untuk
menanamkan sahamnya sekitar 1 milyar rupiah, menjadi bank yang
diperhitungkan dalam skala nasional. Kehadiran BMI ini menjadi pemicu
terhadap tumbuhnya bank – bank syari’ah. Sampai saat ini perbankan syari’ah
di Indonesia telah menghadirkan sejumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat
Syari’ah), bank syari’ah yang membuka layanan bank syari’ah (dual banking
system), maupun ratusan BMT yang tersebar di seantero negeri ini.
Pada awalnya, keberadaan bank syari’ah ini belum mendapat perhatian
yang optimum dalam tatanan industri perbankan nasional. Secara yuridis,
dasar hukum operasional bank syari’ah hanya dapat dikategorikan sebagai
bank dengan sistem bagi hasil. Tidak dapat rincian landasan syari’ah serta
jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dalam UndangUndang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang hanya sedikit
menyinggung mengenai sistem bagi hasil dalam operasional perbankan dan
kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992
tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dasar pemikiran pengembangan
bank syari’ah adalah untuk memberikan pelayanan jasa perbankan kepada
sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilayani oleh perbankan yang
sudah ada, karena bank-bank tersebut menggunakan sistem bunga.
Baca Selengkapnya Klik Disini
Anda Butuh Bantuan Pembuatan Skripsi?Tesis?Disertasi? (Semua Jurusan?) atau Tugas Perkuliahan yang lain? Hub: 085729587732

No comments:
Post a Comment