SEJARAH TENTANG REPRESENTASI PEREMPUAN DI PARLEMEN INDONESIA
merupakan
sebuah proses panjang, tentang perjuangan perempuan di wilayah publik.
Kongres Wanita Indonesia pertama, pada tahun 1928, yang membangkitkan
kesadaran dan meningkatkan rasa nasionalisme di kalangan perempuan
merupakan tonggak sejarah, karena berperan dalam meningkatkan kesempatan
bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk
dalam politik. Dalam pemilihan umum pertama pada tahun 1955, 6,5 persen
dari anggota parlemen adalah perempuan. Kemudian, representasi perempuan
Indonesia di parlemen mengalami pasang surut, dan mencapai angka tertinggi
sebesar 13,0 persen pada tahun 1987. Saat ini, jumlah perempuan mencapai
8,8 persen dari seluruh anggota perwakilan terpilih.
Kurangnya keterwakilan perempuan di parlemen disebabkan oleh
serangkaian hambatan yang membatasi kemajuan mereka. Oleh karena itu,
berbagai strategi harus dipelajari secara simultan untuk mengatasi hambatan
tersebut, sehingga tujuan untuk meningkatkan representasi perempuan di
parlemen bisa diwujudkan. Studi kasus ini menyajikan tingkat representasi
politik perempuan di Indonesia, dan mengkaji beberapa dari hambatan yang
menghalangi wanita untuk menjadi anggota parlemen. Selain itu, ditawarkan
berbagai strategi yang bisa dipertimbangkan untuk mengatasi permasalahan
keterwakilan ini.
Dalam kondisi politik normal, pemilihan umum di Indonesia diadakan setiap
lima tahun sekali. Pemilihan umum pertama diadakan sepuluh tahun setelah
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan pada tahun
1955, dibawah pemerintahan Soekarno. Pemilu kedua tidak dilaksanakan
karena Konstituante yang bertugas mengamandemen UUD 1945 tidak dapat
menyelesaikan tugasnya, sehingga pada tahun 1959 pemerintah mengeluarkan
dekrit untuk kembali ke UUD 1945. Indonesia menjadi negara demokrasi
terpimpin. Pada tahun 1965 terjadi peralihan dari rezim Orde Lama ke Orde
Baru, tanpa melalui proses pemilihan umum.
Setelah transisi ini, pemilihan umum secara berturut-turut diadakan pada
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Semua pemilihan ini terjadi
pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto. Peralihan dari
pemerintahan Soeharto ke B.J. Habibie setelah Pemilu 1997 diikuti oleh satu
pemilihan yang dipercepat pada tahun 1999. Pada saat ini, rakyat yang dimotori
oleh mahasiswa, menuntut reformasi, yang memainkan peranan besar dalam
mengantarkan seorang pemimpin baru nasional, Abdurrahman Wahid,
pemimpin dari sebuah partai baru.
Baca selengkapnya klik disini
Anda butuh bantuan pembuatan Skripsi? Tesis? Disertasi? (Semua Jurusan)
Atau Tugas Perkuliahan yang lain? Hubungi 085729587732

No comments:
Post a Comment